Konsekuensi Gagal Bayar Pinjol, Simak Berikut Ini

Teknatekno.com – Gagal bayar pinjol kepada fintech peer-to-peer lending atau perusahaan fintech lending (online/pinjaman) memiliki sejumlah konsekuensi. Hal ini berlaku, baik pinjaman yang sah maupun yang tidak sah.

Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko ini, calon debitur harus cermat mencermati jumlah pinjaman yang akan diajukan dengan kemampuan membayarnya. Selain itu, calon debitur juga harus benar-benar memahami kondisi pinjaman dari pinjaman, termasuk bunga, denda atau hukuman, jangka waktu penagihan, dan sebagainya.

Gagal Bayar Pinjol Bunga Jadi Membengkak

Berbeda dengan bunga perbankan, bunga pinjaman cenderung lebih besar. Masalah ini menghasilkan contoh pembayaran pinjaman yang sering diamati yang membengkak beberapa kali lipat dari pinjaman aslinya.

Baru-baru ini, kasus yang dihadapi Melati (bukan nama sebenarnya) (bukan nama sebenarnya). Instruktur TK meminjam Rp 2,5 juta melalui pinjaman tetapi harus membayar tagihan pinjaman pokok, bunga, dan denda Rp 40 juta.

Gagal Bayar Pinjol Bunga Jadi Membengkak

Pinjaman yang menuntut bunga berlebihan biasanya merupakan pinjaman yang melanggar hukum. Sementara itu, aturan yang mengatur bunga dan sanksi hukum pinjaman diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) (AFPI).

Ketua AFPI Adrian Gunadi mengatakan kode etik AFPI menetapkan bahwa biaya atau bunga pinjaman tidak boleh lebih tinggi dari 0,8 persen setiap hari. Sedangkan total bunga pinjaman termasuk biaya keterlambatan adalah 100 persen dari nilai pokok pinjaman.

Intimidasi Terhadap Debt Collector

Tidak hanya tagihan yang bertambah, debitur juga harus menerima tagihan secara mengancam oleh penagih utang (debt collector) (debt collector). Dalam kasus Melati, misalnya, dia mengaku mendapat ketakutan dari para debt collector berupa SMS dan telepon mulai dari kata-kata marah hingga ancaman pembunuhan.

“Monyet dan anjing, sesuai dengan apa yang saya informasikan. Sampai mereka mengklaim saya membunuh Anda. Ancaman disebarkan untuk mempublikasikan foto saya di media sosial, juga” katanya dengan suara Melati.

Biasanya, hal ini juga terjadi pada pinjaman gelap. Sedangkan untuk pinjaman legal, mekanisme penagihannya diatur, yaitu maksimal 90 hari sejak jatuh tempo. AFPI juga sedang mengembangkan sertifikasi untuk semua karyawan billing, sehingga pelanggan yang mendapatkan billing yang keras dapat mengeluhkan aktivitas tersebut.

Informasi yang didistribusikan

Risiko lain dari gagal bayar pinjaman adalah informasi pribadi yang diungkapkan. Hal ini terjadi pada pinjaman gelap.

Berkaca pada kasus Melati, para penagih utang dituding mengakses dan memperoleh data seluler Melati secara tidak sah. Tak berhenti sampai di situ, para debt collector menghubungi sejumlah teman, rekan kerja, dan wali siswa Melati di sekolah tempatnya bekerja.

Bahkan, salah satu penagih utang membuat grup WhatsApp bernama ‘Peduli Debt Melati’ yang beranggotakan para wali murid dan teman-temannya. Di grup tersebut dibagikan foto dan KTP Melati, beserta kalimat-kalimat yang mempermalukan Melati.

Sedangkan pinjaman legal yang terdaftar dan memiliki izin OJK hanya dapat mengakses ‘jajanan’, yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi.

Daftar hitam debitur bandel

Peminjam yang sah juga harus siap menghadapi konsekuensi jika mereka sering menunggak pembayaran. Alasannya karena AFPI sedang membangun pusat data pinjaman yang akan mengcover debitur “buruk” yang sering gagal bayar. Tujuannya adalah untuk memprediksi pinjaman yang buruk pada pinjaman.

Kepala Humas AFPI Andi Taufan Garuda Putera mengatakan, saat ini terdapat 138 platform yang terintegrasi dengan fintech data center (FDC) (FDC). Data center tersebut telah mengumpulkan hingga 6 juta peminjam atau debitur data.

“Pusat data yang kami bangun untuk fintech akan menyertakan fitur yang memungkinkan kami mengidentifikasi peminjam mana yang mengalami masalah dan karenanya dilarang. Karena peminjam ini tidak akan mendapatkan pinjaman dari platform lain yang telah bergabung dengan FDC,” katanya kepada AFPI Online Press Club pada bulan Februari yang dia yakini.

Kesimpulan:

Calon debitur harus cermat mencermati jumlah pinjaman yang akan diajukan dengan kemampuan membayarnya. Pinjaman legal dan ilegal diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Ketua AFPI Adrian Gunadi menyatakan bahwa biaya atau bunga pinjaman tidak boleh lebih tinggi dari 0,8 persen setiap hari.

Sedangkan untuk pinjaman legal, mekanisme penagihannya diatur, yaitu maksimal 90 hari sejak jatuh tempo. AFPI sedang membangun pusat data pinjaman yang akan mencakup debitur “buruk” yang sering gagal membayar pembayaran mereka – tujuannya adalah untuk memprediksi pinjaman pinjaman yang buruk. Kepala Humas AFPI Andi Taufan Garuda Putera mengatakan, saat ini ada 138 platform yang terintegrasi dengan fintech data center (FDC). Data center tersebut telah mengumpulkan hingga 6 juta peminjam atau debitur data.

Hai Saya schoirunn aktif menulis dan berkontribusi dalam berbagai media massa, seperti surat kabar sekolah, website, dan media sosial. Saya juga pernah mengikuti pelatihan jurnalistik dan magang di salah satu media nasional, yang membuat saya semakin memahami bagaimana dunia jurnalistik bekerja. Selain menulis, saya juga senang memotret dan merekam video. Saya percaya bahwa gambar dan video dapat memberikan dampak yang kuat dalam menyampaikan sebuah cerita. Sebagai seorang jurnalis muda, saya berkomitmen untuk selalu memperbaiki keterampilan saya dalam menulis, mencari sumber, dan melakukan wawancara yang berkualitas.

You might also like